Sedangkan untuk tiga nama baru yang dinilai memiliki peluang besar, dia enggan membeberkan dengan terang.
“Kalau dilihat dari petanya, dari tiga nama itu satu bisa berasal dari pejabat karir BPK, praktisi, akademisi atau swasta. Sedangkan dua nama lagi dari internal DPR,” katanya.
Lebih lanjut, dalam keterangannya Pusat Kajian Keuangan Negara memberikan masukan untuk memperkuat kelembagaan BPK di tengah sorotan tajam terhadap berbagai pelanggaran integritas.
“Kami sebetulnya fokus pada bagaimana memperkuat integritas kelembagaan. Isu ini lebih dari sekadar perdebatan tentang latar belakang calon apakah itu dari kader partai atau bukan. Atau soal pola rekrutmen yang sering dikritik publik. Tetapi menyangkut sistem kelembagaan BPK itu sendiri,” kata Prasetyo menjelaskan.
Pusat Kajian Keuangan Negara mengusulkan pembenahan integritas mulai dari pucuk pimpinan. Yaitu terdapat pemikiran bahwa seluruh keputusan yang diambil oleh pimpinan BPK harus bersifat kolektif kolegial.
“Saat ini pengambilan keputusan tingkat pimpinan yang terkait dengan hasil pemeriksaan sifatnya masih berdasarkan portofolio,” jelasnya.
Faktanya, portofolio bidang tugas pemeriksaan itu dinilai masih “dimonopoli” oleh masing-masing Anggota serta pelaksana tugas di bawahnya.
“Dengan adanya prinsip kolektif kolegial, diharapkan tidak ada lagi monopoli atas segala keputusan yang terkait hasil audit berdasarkan portofolio dimaksud. Di sinilah pentingnya check and balance dari para pimpinan BPK yang lain,” tambahnya.
Perbaikan kelembagaan seperti itu sesuai dengan hasil peer review dari badan pemeriksa keuangan negara lain atau Supreme Audit Institution (SAI).
1 Komentar